SUARAGONG.COM – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali menegaskan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen, yang dijadwalkan berlaku mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini merupakan bagian dari implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
“Proses menuju kenaikan PPN masih berlanjut. Namun, demi menjaga daya beli masyarakat, sudah ada pengecualian untuk sektor-sektor seperti kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan masyarakat miskin,” ujar Parjiono, Staf Ahli Kementerian Keuangan, dalam Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Jakarta, Selasa (3/12/2024).
Parjiono juga menambahkan bahwa langkah ini akan diiringi dengan penguatan subsidi dan jaring pengaman sosial untuk melindungi kelompok rentan. Sementara itu, insentif perpajakan akan lebih diarahkan kepada kelompok menengah dan atas. “Daya beli masyarakat tetap menjadi prioritas melalui penguatan subsidi dan jaring pengaman,” jelasnya.
Perbedaan Pendapat di Pemerintah
Meskipun Kemenkeu optimis melanjutkan kebijakan ini, beberapa suara di pemerintah menunjukkan keraguan. Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengindikasikan bahwa kenaikan PPN mungkin akan ditunda hingga berbagai stimulus ekonomi untuk masyarakat kelas menengah dan bawah selesai dilaksanakan.
“Hampir pasti diundur. Kita tunggu sampai kebijakan stimulusnya berjalan lebih efektif,” kata Luhut pada Rabu (27/11/2024). Menurutnya, penyelesaian program stimulus membutuhkan waktu dua hingga tiga bulan ke depan.
Namun, pandangan ini berbeda dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, yang menyatakan bahwa belum ada pembahasan terkait penundaan kebijakan tersebut. “Belum, belum dibahas,” ungkap Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan pada Kamis (28/11/2024).
Baca juga : Dampak Kenaikan PPN 12%: Ancaman bagi Kelas Menengah dan UMKM
Dilema Antara Penerimaan Negara dan Daya Beli
Rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen bukan keputusan mendadak, melainkan amanat yang telah direncanakan melalui UU HPP. Kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat penerimaan negara di tengah kebutuhan fiskal yang terus meningkat.
Namun, tantangan ekonomi global dan domestik yang masih berlangsung membuat kebijakan ini menjadi isu yang sensitif. Di satu sisi, negara membutuhkan pemasukan tambahan. Di sisi lain, daya beli masyarakat, terutama kelompok rentan, perlu tetap dijaga agar tidak terganggu.
Bagi masyarakat, wacana kenaikan PPN ini tentu menjadi perhatian besar. Dengan naiknya tarif PPN, banyak yang khawatir akan potensi kenaikan harga barang dan jasa, yang pada akhirnya dapat membebani pengeluaran rumah tangga.
Apakah kebijakan ini akan berjalan sesuai jadwal atau mengalami penundaan? Semua masih bergantung pada dinamika kebijakan pemerintah dalam beberapa bulan ke depan. Yang jelas, keputusan ini akan berdampak signifikan bagi perekonomian nasional. (acs)