Type to search

Malang Pemerintahan

Kos-Kosan Bebas Retribusi, Pemkot Malang Sebut ada Potensi PAD

Share
Regulasi Baru pemerintah Pusat terkait usaha Kos-Kosan Bebas Retribusi, Pemkot Malang sebut ada Potensi Kehilangan PAD

SUARAGONG.COM – Regulasi terbaru dari pemerintah pusat terkait perpajakan daerah mulai berdampak pada sektor usaha kos-kosan di Kota Malang. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pemerintah Kota Malang tidak lagi menarik pajak dari usaha kos-kosan, berapa pun jumlah kamar yang dimiliki.

Pemkot Malang Sebut Ada Potensi PAD Hilang dari Kos-Kosan Bebas Retribusi

Hal itu ditegaskan oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja, Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Disnaker-PMPTSP) Kota Malang, Arif Tri Sastyawan. Ia menjelaskan bahwa sejak Januari 2024, aturan pajak untuk kos-kosan secara resmi dihapuskan dari Peraturan Daerah Pajak dan Retribusi Daerah (Perda PDRD).

“Kos-kosan di Kota Malang saat ini tidak ditarik retribusinya. Pajak kos-kosan itu sudah tidak ada di Perda PDRD kami. Artinya, walaupun orang punya kos-kosan dengan kamar 40, 100, 200, itu tidak kena pajak,” ungkap Arif.

Sebelumnya, bangunan kos-kosan dengan jumlah kamar lebih dari 10 dikenakan pajak hotel. Namun kini, meskipun memiliki fasilitas lengkap seperti AC, kamar mandi dalam, hingga televisi, pelaku usaha kos-kosan tidak lagi memiliki kewajiban membayar pajak, kecuali Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Baca Juga : Anggarkan Rp 6 Miliar, Pemkot Malang Gratiskan Seragam SD dan SMP

Malang Sebagai Kota Pendidikan, Potensi Besar Tapi Belum Tergarap

Menurut Arif, pertumbuhan usaha kos-kosan di Kota Malang sangat pesat, seiring dengan status kota ini sebagai kota pendidikan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah mahasiswa yang tinggal di Malang mencapai hampir 800 ribu jiwa, jumlah yang setara dengan penduduk asli kota ini.

“Trennya sekarang bangunan kos di Kota Malang memiliki fasilitas lengkap, dan jumlahnya terus bertambah. Ini potensi besar,” tambahnya.

Arif menyebutkan bahwa pihaknya telah menyampaikan aspirasi tersebut dalam forum DPRD Kota Malang dan juga membahasnya dalam ajang APEKSI (Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia) di Surabaya. Ia menyoroti bahwa meskipun regulasi pusat melarang, perlu ada kajian ulang khusus untuk daerah dengan karakteristik seperti Malang.

“Mungkin di kota lain, kos-kosan tidak terlalu banyak. Tapi di Kota Malang ini berbeda, mahasiswa luar kota jumlahnya sangat besar. Potensi ini harus jadi perhatian,” tegasnya.

Baca Juga : Samwil Dorong Merger BUMD Jawa Timur yang Tak Beri Kontribusi PAD

PAD Tergerus Hingga Rp 8 Miliar

Senada dengan Arif, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang, Handi Priyanto, menyatakan bahwa tidak adanya pajak kos-kosan menyebabkan hilangnya potensi pendapatan asli daerah (PAD) sekitar Rp 8 miliar per tahun.

“Kalau dulu di atas 10 kamar itu dikenakan pajak hotel, sekarang tidak lagi. Dampaknya cukup signifikan untuk PAD kami,” ujarnya.

Baca Juga : Wali Kota Malang Ingatkan Batasan Kegiatan Pemerintah di Hotel

Meski demikian, baik Disnaker-PMPTSP maupun Bapenda Kota Malang menegaskan bahwa mereka tetap tunduk pada regulasi pusat. Namun, mereka akan terus memantau dinamika peraturan nasional. Dengan harapan ke depan ada pengaturan yang memungkinkan optimalisasi potensi ekonomi dari sektor kos-kosan. (Fat/Aye)

Tags:

You Might also Like

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *