Kota Probolinggo Perkuat Pendidikan Inklusif Melalui Pelatihan Guru
Share

SUARAGONG.COM – Pemerintah Kota Probolinggo terus memperkuat tekadnya dalam mewujudkan sistem pendidikan inklusif yang menjangkau seluruh anak didik. Termasuk mereka yang menyandang disabilitas. Komitmen Probolinggo ini diperjelas dengan diselenggarakannya Pelatihan Guru secara Inklusif. Pelatihan Penyusunan Instrumen dan Pelaksanaan Asesmen Deteksi Dini serta Perangkat Pembelajaran Adaptif bagi Peserta Didik Penyandang Disabilitas yang dibuka secara resmi oleh Wali Kota Probolinggo dr Aminuddin pada Selasa 10 Juni 2025 di Bale Hinggil.
Komitmen Kota Probolinggo Terhadap Pendidikan: Gelar Pelatihan Guru Inklusif
Dalam sambutannya, dr Aminuddin menyampaikan bahwa sistem pendidikan Kota Probolinggo telah dideklarasikan sebagai sistem yang inklusif. Ia menegaskan bahwa setiap anak, tanpa memandang kondisi fisik atau psikologis, berhak atas pendidikan yang layak. “Kita bukan hanya menyelenggarakan pendidikan, tapi memastikan bahwa semua anak punya hak yang sama untuk berkembang. Pendidikan bukan hanya soal prestasi, tetapi soal kemanusiaan dan keadilan sosial,” ujarnya.
Lebih lanjut, dr Aminuddin mengangkat pentingnya pendekatan individual dalam pendidikan. Menurutnya, setiap anak memiliki potensi yang unik dan tidak bisa disamaratakan. Jika ada anak yang tidak berkembang, maka yang perlu ditinjau adalah metode dan pendekatan pendidikannya, bukan menyalahkan kondisi anak tersebut.
Baca Juga : Disnaker Jember Resmi Buka Program Pelatihan DBH CHT 2025
Pelatihan Guru sebagai Pondasi Utama Implementasi Pendidikan Inklusif
Pelatihan yang berlangsung selama empat hari ini (10–13 Juni 2025) diikuti oleh guru-guru dari jenjang KB hingga SMP se-Kota Probolinggo. Peserta berasal dari berbagai latar belakang pendidikan formal, baik negeri maupun swasta. Acara ini turut melibatkan narasumber dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur, serta akademisi dari Institut Ahmad Dahlan dan Universitas Panca Marga Probolinggo.
Tujuan pelatihan ini adalah untuk membekali para pendidik dengan kemampuan menyusun instrumen asesmen deteksi dini kebutuhan khusus anak serta merancang perangkat pembelajaran yang adaptif. Langkah ini selaras dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan atau Bakat Istimewa, yang menekankan pentingnya kesiapan sekolah dan pendidik dalam menerima anak berkebutuhan khusus.
Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Situbondo (PPDiS), Luluk Ariyantiny, memberikan apresiasi terhadap Pemerintah Kota Probolinggo yang telah memberikan ruang bagi pendidikan inklusif. Ia menyampaikan bahwa pendidikan yang inklusif merupakan landasan menuju masa depan yang lebih adil dan setara. “Kami bermimpi dalam dua dekade ke depan, anak-anak penyandang disabilitas dari Kota Probolinggo bisa menjadi pemimpin nasional. Ini bukan mimpi kosong, tapi bisa dicapai jika pendidikan sejak dini sudah inklusif,” katanya.
Luluk juga menekankan bahwa pendidikan inklusif bukanlah tanggung jawab Sekolah Luar Biasa (SLB) semata. Sekolah reguler, baik negeri maupun swasta, harus memiliki kapasitas untuk menerima dan membimbing anak-anak difabel. Ia menyebutkan bahwa instrumen pembelajaran di masa depan harus mampu mengakomodasi kebutuhan peserta didik dengan latar belakang berbeda.
Baca Juga : Wali Kota Wahyu Apresiasi Capaian SPM Pendidikan Kota Malang
Pendidikan Inklusif Bukan Sekadar Teori tetapi Aksi Nyata
Kegiatan pelatihan ini dianggap sebagai tonggak penting dalam menyebarluaskan praktik pendidikan yang inklusif secara lebih luas. Para peserta diharapkan dapat menjadi agen perubahan yang tidak hanya menerapkan pengetahuan yang diperoleh di kelas masing-masing, tetapi juga berbagi dengan rekan sejawat guna memperluas dampaknya.
Mengutip data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), saat ini terdapat lebih dari 440 ribu anak berkebutuhan khusus di Indonesia yang masih mengalami hambatan dalam mengakses pendidikan reguler. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya inisiatif seperti yang dilakukan oleh Kota Probolinggo, untuk mempercepat pemerataan akses pendidikan melalui pendekatan inklusif.
Keberhasilan pendidikan inklusif tidak dapat dicapai oleh satu pihak saja. Diperlukan kolaborasi yang kuat antara pemerintah daerah, dinas pendidikan, akademisi, organisasi penyandang disabilitas, serta masyarakat secara luas. Sinergi ini akan memperkuat sistem pendukung yang dibutuhkan, mulai dari pelatihan guru, penyediaan alat bantu belajar, hingga pembenahan infrastruktur sekolah agar ramah disabilitas.
Sebagai contoh, beberapa kota besar di Indonesia telah menerapkan pendidikan inklusif dengan hasil yang menggembirakan. Di Surabaya, program inklusi sudah berjalan sejak 2011 dengan dukungan penuh dari pemerintah kota dan lembaga donor internasional. Sementara itu, Yogyakarta menjadi salah satu kota dengan jumlah sekolah inklusif terbanyak di Indonesia, berkat kebijakan pendidikan yang progresif.
Membangun Masa Depan yang Inklusif Dimulai dari Sekolah
Kota Probolinggo kini menapaki jalan yang sama dengan semangat yang tak kalah besar. Melalui pelatihan ini, diharapkan lahir para pendidik yang memiliki empati, kepekaan, dan keahlian dalam menciptakan ruang belajar yang adil dan nyaman bagi seluruh anak.
Wali Kota dr Aminuddin menutup sambutannya dengan harapan bahwa kegiatan ini bukan sekadar program formalitas, tetapi menjadi katalis perubahan dalam sistem pendidikan lokal. “Kami ingin pendidikan inklusif menjadi budaya baru di setiap sekolah, bukan hanya program jangka pendek. Dengan pendidikan yang adil dan inklusif, maka masa depan Kota Probolinggo akan semakin cerah,” pungkasnya. (Duh/aye)