Type to search

Peristiwa Probolinggo

Krisis Air Bersih Landa Desa Tulupari, BPBD Probolinggo Salurkan Bantuan

Share
krisis air bersih

SUARAGONG.COM – Desa Tulupari di Kecamatan Tiris, Kabupaten Probolinggo, menghadapi tantangan serius akibat krisis air bersih yang melanda wilayah tersebut. Sumur-sumur warga yang menjadi sumber utama kebutuhan harian mulai mengering seiring berjalannya musim kemarau panjang tahun ini. Pada Rabu, 4 Juni 2025, sebagai respon cepat, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Probolinggo mengirimkan bantuan air bersih ke dusun terdampak.

Desa Tulupari, Probolinggo Alami Krisis Air Bersih: Sumur Warga Mengering

Sebanyak 6.000 liter air bersih didistribusikan oleh Tim Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana (TRC PB) kepada warga Dusun Dulungan, RT/RW 11/04 Desa Tulupari. Bantuan ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar 80 kepala keluarga atau sekitar 240 jiwa yang terdampak langsung oleh kekeringan. Kebutuhan akan air untuk keperluan sehari-hari seperti minum, memasak, mandi, dan mencuci kini menjadi tantangan besar yang dihadapi warga.

Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Probolinggo, Oemar Sjarief, menyampaikan bahwa Desa Tulupari bukanlah wilayah yang tergolong rawan krisis air bersih. Selama ini, desa tersebut jarang mengalami masalah ketersediaan air bersih. Namun, musim kemarau yang berkepanjangan telah menyebabkan sejumlah sumur warga mengering, memaksa pemerintah daerah untuk turun tangan memberikan bantuan.

“Kami akan terus melakukan asesmen di lapangan guna mengidentifikasi potensi kekeringan di wilayah lain dan menyiapkan langkah-langkah penanganan lanjutan. Tentunya koordinasi dengan instansi terkait sangat diperlukan dalam menghadapi persoalan ini,” ujar Oemar pada Selasa, 3 Juni 2025.

Baca Juga : Gili Ketapang Hadapi Krisis Air Bersih, Pemerintah Siapkan Bantuan

Dampak Kekeringan terhadap Kesehatan dan Sanitasi

Krisis air bersih ini tidak hanya berdampak pada pemenuhan kebutuhan dasar, tetapi juga turut memengaruhi kondisi sanitasi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Kurangnya pasokan air bersih membuat warga harus menghemat dalam penggunaan air untuk mandi dan mencuci, sehingga berisiko meningkatkan potensi penyakit berbasis air seperti diare, infeksi kulit, dan gangguan saluran pencernaan.

Baca Juga : Fenomena Kemarau Basah Landa Indonesia hingga Agustus 2025

Upaya Mitigasi dan Rencana Jangka Panjang

Dalam jangka panjang, Oemar juga menyebutkan bahwa pihaknya tengah mempertimbangkan pendekatan mitigasi, seperti pembangunan sumber air alternatif dan edukasi kepada masyarakat terkait penggunaan air secara bijak. Upaya ini sejalan dengan kebijakan nasional dalam mitigasi bencana kekeringan yang terus digaungkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Menurut data BNPB, sepanjang tahun 2024 lalu, lebih dari 160 kabupaten/kota di Indonesia terdampak kekeringan, dan tren ini diperkirakan berlanjut pada tahun 2025 seiring dengan fenomena El Nino yang memperparah durasi musim kemarau. Dampak dari fenomena ini bukan hanya dirasakan di sektor pertanian, tetapi juga berimbas pada ketersediaan air untuk konsumsi rumah tangga.

Wilayah Selatan Probolinggo Rawan Kekeringan Musiman 

Di Kabupaten Probolinggo sendiri, beberapa daerah di wilayah selatan seperti Kecamatan Tiris, Krucil, dan Gading kerap mengalami gangguan ketersediaan air saat musim kemarau. Namun, kasus yang menimpa Desa Tulupari tergolong luar biasa karena daerah ini sebelumnya tidak termasuk dalam peta kerawanan air bersih.

Pemerintah Kabupaten Probolinggo melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) tengah mengevaluasi kemungkinan pengadaan sumur bor dan sistem penampungan air hujan sebagai solusi jangka menengah dan panjang. Sementara itu, distribusi air bersih secara darurat akan terus dilakukan selama krisis berlangsung.

Kondisi ini juga mengingatkan pentingnya perencanaan tata kelola air berbasis desa. Beberapa desa di wilayah lain telah mulai menginisiasi program konservasi air dan pembangunan infrastruktur sederhana seperti embung dan talang air. Inovasi lokal semacam ini bisa menjadi inspirasi bagi desa-desa di Probolinggo untuk meningkatkan ketahanan terhadap krisis serupa di masa depan.

Peran Lembaga Sosial dan Solidaritas Warga

Organisasi non-pemerintah dan lembaga sosial di daerah pun turut didorong untuk ambil bagian dalam penanganan krisis air ini. Baik melalui bantuan logistik, penyuluhan, maupun pendampingan masyarakat dalam mengelola sumber daya air secara berkelanjutan.

Di tengah kondisi yang menantang ini, solidaritas dan gotong royong warga menjadi kekuatan utama. Warga Desa Tulupari menunjukkan kepedulian dengan berbagi air antar rumah tangga, dan secara aktif mengikuti instruksi dari pemerintah desa maupun petugas BPBD. (Duh/aye)

Tags:

You Might also Like

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *