SUARAGONG.COM – Lebanon kini berada dalam situasi yang semakin rumit setelah menarik pasukannya untuk mundur dari perbatasan saat Israel melancarkan invasi pada Selasa, 1 Oktober 2024. Dalam dua pekan terakhir, Israel telah melakukan serangan masif terhadap Lebanon, menargetkan fasilitas milisi Hizbullah, yang menyebabkan ribuan orang tewas dan jutaan lainnya mengungsi. Di tengah serangan tersebut, terlihat bahwa tentara Lebanon tidak mengambil tindakan melawan, sementara Hizbullah justru aktif membalas serangan rudal dari Israel.
Sumber keamanan Lebanon melaporkan bahwa tentara negara ini mundur sekitar lima kilometer dari garis perbatasan. Penarikan ini terjadi menjelang operasi darat terbatas yang dilakukan oleh Israel. Juru bicara militer Lebanon belum mengonfirmasi tindakan ini, tetapi pejabat militer menyebutnya sebagai “penempatan ulang” untuk mengelompokkan kembali pasukan di posisi yang dianggap lebih aman.
Kondisi ini memunculkan pertanyaan di kalangan publik dan warganet mengenai keberadaan tentara Lebanon yang tampak pasif. Dalam pandangan mereka, tidak ada upaya signifikan dari Angkatan Bersenjata Lebanon untuk menghadapi agresi Israel. Namun, analisis mendalam menunjukkan bahwa situasi ini jauh lebih kompleks daripada yang terlihat.
Baca juga: Kematian Hassan Nasrallah: Pukulan Besar bagi Hizbullah
Penjelasan Tentara Lebanon
Khalil Helou, seorang jenderal di Angkatan Bersenjata Lebanon dan profesor geopolitik di Universitas St Joseph Beirut, menjelaskan bahwa peran tentara Lebanon tidak hanya sebatas mempertahankan perbatasan.
“Tentara Lebanon tunduk pada instruksi pemerintah.” Ungkap Helou.
Dia menambahkan bahwa selama bertahun-tahun, terjadi perpecahan yang ekstrem, sehingga tentara dibiarkan sendiri dalam menghadapi situasi yang sulit.
Keputusan untuk tidak melawan Israel diambil dengan pertimbangan risiko yang lebih besar. Jika tentara Lebanon melakukan serangan, ada kemungkinan bahwa invasi Israel akan meluas, berpotensi mengancam seluruh negara. Di bawah perlindungan hukum Resolusi Dewan Keamanan PBB, Lebanon selatan dan Lembah Bekka diharuskan untuk menjaga ketertiban dan mencegah konflik bersenjata tanpa persetujuan pemerintah Lebanon.
Resolusi tersebut menetapkan kehadiran pasukan penjaga perdamaian PBB, UNIFIL, dan menyerukan kerjasama antara tentara reguler Lebanon dan UNIFIL.
“Tidak ada kewenangan selain dari Pemerintah Lebanon.” Tegas salah satu poin resolusi.
Oleh karena itu, tentara Lebanon terjebak dalam dilema: harus mematuhi resolusi PBB atau melawan tentara Israel.
Lebanon Krisis Politik dan Ekonomi
Lebanon saat ini juga menghadapi krisis politik dan ekonomi yang parah. Menghadapi potensi perang dengan Israel akan semakin memperburuk situasi mereka. Helou mencatat bahwa jika terjadi serangan darat, tentara yang ditempatkan di selatan harus mempertahankan diri dan wilayah Lebanon, tetapi bukan sebagai pasukan penyerang.
Di sisi lain, Hizbullah, sebagai kelompok milisi, terus beroperasi terpisah dari Angkatan Bersenjata Lebanon dan menargetkan Israel secara sepihak. Meskipun Hizbullah adalah kekuatan politik yang diakui di Lebanon, mereka sering kali bertindak di luar kendali pemerintah. Hal ini menciptakan ketegangan internal, di mana militer Lebanon merasa terjebak antara tuntutan untuk melindungi negara dan ketidakmampuan untuk bertindak melawan Hizbullah.
Resolusi 1701 dari PBB mengharuskan Hizbullah untuk menarik anggotanya dari Lebanon selatan, tetapi kelompok tersebut tidak mematuhi perintah ini. Dengan demikian, ketegangan di antara komunitas di Lebanon semakin meningkat, dan kekuatan politik lainnya terhambat dalam mengambil tindakan.
Bagi warga Lebanon, stabilitas internal menjadi prioritas utama. Mereka memahami bahwa melanggar garis merah antar komunitas dapat membawa konsekuensi yang serius. Oleh karena itu, komando militer mengedepankan stabilitas dibandingkan konflik yang dapat berkepanjangan antara militer dan Hizbullah.
Dalam kondisi yang semakin tegang ini, Lebanon harus mencari jalan keluar dari dilema yang mengancam kedaulatan dan stabilitas negara mereka. Sementara itu, ancaman dari Israel dan tantangan internal akan terus menjadi perhatian utama bagi seluruh rakyat Lebanon. (rfr)