SUARAGONG.COM – Pilihan politik adalah hak pribadi yang seharusnya bebas dari intervensi siapa pun. Namun, tak jarang kita mendapati orang-orang di sekitar memaksakan pandangan politik mereka, berharap orang lain memilih sesuai preferensi mereka. Situasi ini kerap muncul dalam lingkungan terdekat, seperti dalam keluarga atau di antara pasangan. Akibatnya, perbedaan pilihan politik bisa memicu pertengkaran yang sebenarnya tak perlu dan bahkan merusak hubungan.
Apakah kamu termasuk yang sering berselisih dengan pasangan atau keluarga saat pemilu atau pilkada tiba? Menariknya, ada alasan ilmiah di balik mengapa perbedaan politik dapat memicu ketegangan dalam hubungan.
Peran Otak dalam Perbedaan Pandangan Politik
Perbedaan pandangan politik, yang sering kali memicu perselisihan, ternyata bisa dilacak hingga ke cara otak kita merespons situasi berisiko. Kemampuan untuk melihat berbagai perspektif telah membantu manusia purba bertahan dalam lingkungan yang keras, dan mungkin berperan dalam evolusi kita hingga saat ini.
Menurut laporan dari Science News Explores, ilmuwan otak dan pakar politik kini menggabungkan penelitian mereka dalam bidang baru yang disebut “neuropolitik.” Mereka mengeksplorasi faktor-faktor di otak yang mungkin memengaruhi pandangan kita terhadap kandidat politik. Temuan mereka memberi wawasan menarik tentang perbedaan pemikiran konservatif dan liberal.
Dengan memindai otak individu dari berbagai spektrum politik, para peneliti mencari pola aktivitas otak yang berbeda. Studi menunjukkan bahwa orang dengan pandangan konservatif menggunakan bagian otak yang berbeda dalam menilai risiko dibandingkan mereka yang berpandangan liberal. Mereka juga menunjukkan respons fisik yang berbeda terhadap ancaman.
Diamantis Petropoulos Petalas, seorang psikolog di American College of Greece, mempelajari pemindaian otak dari lebih dari 900 orang. Fokusnya adalah pada amigdala, bagian otak yang penting dalam pengambilan keputusan dan deteksi ancaman. Petalas menemukan bahwa amigdala pada orang konservatif umumnya lebih besar daripada pada mereka yang liberal, menunjukkan bahwa kelompok ini mungkin lebih peka terhadap risiko.
Selain amigdala, bagian lain dari otak yang disebut girus fusiformis juga sedikit lebih besar pada orang konservatif. Girus fusiformis berfungsi mengenali wajah dan memainkan peran dalam memahami emosi sosial, seperti menentukan siapa yang tampak dapat dipercaya atau perlu diwaspadai. Penelitian Petalas menunjukkan bahwa orang konservatif mungkin secara alami lebih terfokus pada pengelompokan sosial, yang membantu mereka dalam menilai kepercayaan atau potensi ancaman dari orang lain.
Penelitian ini memberikan wawasan yang lebih dalam mengenai mengapa perbedaan pandangan politik bisa muncul dan bagaimana pemahaman ini bisa membantu kita untuk lebih menghargai perspektif satu sama lain.
Perbedaan Pandangan Politik Tidak Harus Menjadi Pemicu Perpecahan
Peneliti ilmu politik dari Universitas Coventry, Inggris, Matt Qvortrup, menekankan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk berdiskusi dan berdebat dengan baik. Kemampuan ini dapat digunakan sebagai cara untuk memahami dan menghargai sudut pandang orang lain.
“Kita sering kali dikendalikan oleh bagian otak primitif yang dipandu oleh rasa takut dan keinginan bertahan hidup,” jelasnya.
Dalam percakapan sehari-hari, kita sering diingatkan untuk menghindari topik politik di acara keluarga, atau mungkin merasa jengah saat pasangan atau teman menyinggung hal negatif tentang kandidat tertentu. Meski pandangan politik berbeda, itu bukan berarti seseorang salah atau berniat buruk, bahkan jika kandidat yang didukung memiliki latar belakang kontroversial.
Memahami latar belakang perbedaan pandangan politik bisa membantu kita mencapai titik temu, menjadikan diskusi lebih mudah bahkan untuk topik sensitif seperti politik. Kemajuan teknologi, seperti pencitraan otak, membuka peluang untuk memahami bagaimana perbedaan ini terbentuk. Mengetahui lebih dalam soal ini juga bisa menjadikan kita pemilih yang lebih bijak dan terinformasi.
Menurut Diamantis Petropoulos Petalas, seorang psikolog, keterlibatan politik yang sehat penting, terutama bagi generasi muda. “Jika kita ingin demokrasi tetap hidup, generasi muda harus terlibat dalam politik dengan cara yang bijak,” katanya.
Jadi, memiliki pandangan politik yang berbeda bukanlah tanda bahwa seseorang salah atau benar. Ini hanyalah refleksi dari bagaimana otak kita merespons informasi sesuai dengan nilai-nilai yang kita yakini. Jangan takut untuk berbeda, karena perbedaan pandangan politik adalah hal manusiawi yang bahkan sudah ada sejak zaman purba. (acs)
Baca berita terupdate kami lainnya melalui google news