Malang, Suaragong – Sri Sugiyanti, seorang pembalap sepeda asal Indonesia, telah mencatat sejarah dengan meraih medali emas pertamanya di ajang Asian Para Games. Bersama pilotnya yang setia, Ni’mal Maghfiroh, Yanti, panggilan akrabnya, berhasil menaklukkan cabang balap sepeda dalam kategori Women’s B Time Trial. Mereka mencatat waktu 27 menit 57,95 detik, mengalahkan pembalap unggulan dari China, Wang Linhua, yang mencatat waktu 28 menit 52,31 detik.
Namun, perjalanan Yanti menuju puncak prestasi ini bukanlah hal yang mudah. Kehidupannya berubah drastis saat duduk di kelas 5 SD ketika ia didiagnosis dengan glaukoma, sebuah kondisi yang merampas penglihatannya secara permanen. Ketika teman-temannya menikmati masa kanak-kanak dengan bebas, Yanti harus menghadapi kenyataan pahit bahwa dunia yang dulunya berwarna kini berubah menjadi kegelapan. Kehilangan penglihatan ini menjadi titik balik dalam hidupnya, memaksanya untuk menyesuaikan diri dan mencari cara baru untuk melanjutkan hidup.
Setelah kehilangan penglihatannya, Yanti menempuh pendidikan di Sekolah Luar Biasa Tunanetra YKAB di Surakarta. Di sana, ia mulai menemukan kembali semangatnya untuk hidup melalui olahraga. Awalnya, olahraga hanya sekadar hobi baginya, sebuah cara untuk melupakan sejenak realitas pahit yang harus dihadapinya. Namun, seiring berjalannya waktu, olahraga menjadi lebih dari sekadar hobi. Dia mulai memfokuskan diri pada cabang atletik, menunjukkan bakat luar biasa dalam berbagai disiplin.
Di antara berbagai cabang olahraga yang ia tekuni, balap sepeda menjadi yang paling menarik hatinya. Mengayuh sepeda memberinya rasa kebebasan yang tidak ia temukan di tempat lain, seolah-olah roda sepeda yang berputar memberikan harapan baru dalam hidupnya. Yanti menemukan bahwa meskipun ia telah kehilangan penglihatannya, ia tidak kehilangan semangat untuk meraih mimpi. Dengan tekad dan kerja keras, ia memutuskan untuk beralih fokus sepenuhnya pada balap sepeda.
Perjuangan dan dedikasinya membuahkan hasil saat ia berhasil meraih prestasi luar biasa di Asian Para Games 2018. Pada ajang tersebut, Yanti berhasil meraih empat medali, yakni tiga medali perak dan satu medali perunggu di kelas B Para-Cycling. Prestasi tersebut menjadi bukti nyata bahwa ketekunan dan semangat pantang menyerah dapat membawa seseorang meraih mimpi, tidak peduli seberapa besar rintangan yang harus dihadapi.
Pada Asian Para Games 2022 di Hangzhou, Yanti kembali mengukir sejarah. Kali ini, ia meraih medali perak dalam cabang individual pursuit 3000 meter, menambah daftar panjang prestasinya di ajang internasional. Medali perak ini juga merupakan medali kedua yang diraih oleh Indonesia pada hari pertama perebutan medali di ajang tersebut, memperlihatkan kontribusi besarnya bagi kontingen Indonesia.
Baca juga : Cabor DBON Dominan, Badminton Mengecewakan
Kisah Yanti adalah tentang semangat, keberanian, dan ketekunan untuk melawan segala rintangan yang ada. Kehilangan penglihatan tidak membuatnya berhenti bermimpi, melainkan membuatnya semakin kuat untuk membuktikan bahwa keterbatasan fisik bukanlah penghalang untuk meraih kesuksesan. Prestasinya di dunia balap sepeda tidak hanya membanggakan Indonesia, tetapi juga menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk tidak menyerah pada keadaan.
Kini, Yanti berdiri sebagai salah satu atlet difabel terbaik Indonesia, dan prestasinya di Asian Para Games menjadi bukti nyata dari kemampuan dan semangat juangnya. Dengan perjalanan yang masih panjang di dunia olahraga, Yanti terus berupaya untuk menorehkan lebih banyak prestasi, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk menginspirasi generasi penerus bangsa. (ind/man)