Type to search

Probolinggo

Tradisi Unik Karapan Marmot dari Probolinggo Menyambut Musim Kemarau

Share
Tradisi Karapan Marmot

PROBOLINGGO, SUARAGONG.COM – Di tengah modernisasi yang semakin masif, masyarakat Probolinggo masih memelihara sejumlah tradisi lokal yang unik dan penuh makna. Salah satunya adalah tradisi Karapan Marmot, sebuah kegiatan budaya yang digelar menjelang musim kemarau oleh sebagian warga desa di Kabupaten Probolinggo. Karapan Marmot tidak hanya menjadi ajang hiburan rakyat, tetapi juga memiliki nilai historis dan simbolik yang mencerminkan kearifan lokal.

Asal-Usul dan Filosofi Tradisi Karapan Marmot

Karapan Marmot adalah perlombaan tradisional yang melibatkan hewan marmot sebagai “joki” di lintasan pendek yang telah disiapkan secara sederhana, biasanya dengan pagar bambu. Tradisi ini dipercaya sudah ada sejak beberapa dekade lalu dan terus diwariskan secara turun-temurun. Menurut penuturan tokoh masyarakat Desa Sumberanyar, Karapan Marmot awalnya digelar sebagai bagian dari doa bersama memohon kelancaran pertanian dan musim yang bersahabat.

Filosofi di baliknya cukup dalam. Marmot yang dikenal gesit, lincah, dan sulit ditebak gerakannya, melambangkan harapan agar kehidupan masyarakat selalu dinamis dan rezeki selalu mengalir lancar. Tradisi ini juga menjadi sarana bagi masyarakat untuk menjaga keharmonisan sosial dan kekompakan antarwarga.

Baca juga: Atlet Kota Probolinggo Persembahkan Medali

Proses Pelaksanaan dan Antusiasme Warga

Pelaksanaan Karapan Marmot biasanya dilakukan di jalan tanah atau lahan terbuka yang dirapikan dan diberi pagar sederhana. Setiap peserta membawa marmot peliharaan masing-masing yang telah dilatih untuk berlari cepat menuju garis finis. Tak jarang, anak-anak menjadi bagian penting dari kegiatan ini dengan memberi dukungan penuh terhadap marmot mereka.

Suasana lomba dipenuhi sorak sorai dan canda tawa, menjadikan Karapan Marmot sebagai ajang hiburan yang menyenangkan bagi seluruh lapisan masyarakat. Tak ada hadiah besar, namun kebanggaan menjadi pemenang di antara warga desa sudah cukup menjadi motivasi.

Baca juga: Yadnya Kasada Budaya Tengger Bromo Jadi Ikon Nasional

Konservasi Marmot dan Isu Etika

Dalam beberapa tahun terakhir, tradisi ini mulai mendapat perhatian dari pecinta hewan dan pemerhati budaya. Lembaga konservasi satwa seperti ProFauna Indonesia mengingatkan pentingnya memastikan kesejahteraan hewan selama perlombaan. Pelestarian marmot sebagai hewan peliharaan dan bukan alat eksploitasi harus menjadi perhatian utama.

Sebagian masyarakat telah merespon dengan positif, misalnya dengan menyediakan makanan bergizi dan kandang yang layak bagi marmot mereka. Hal ini menunjukkan bahwa pelestarian tradisi dapat tetap berjalan selaras dengan prinsip etika modern.

Baca juga: DKUP Probolinggo Tawarkan 3 Lokasi Relokasi Baru Pedagang

Upaya Pelestarian Budaya di Tengah Tantangan Zaman

Meskipun tradisi ini masih lestari, tantangan tetap ada. Generasi muda banyak yang mulai meninggalkan kegiatan budaya lokal demi aktivitas digital. Namun, dengan pendekatan kreatif seperti melibatkan sekolah-sekolah, komunitas pemuda, hingga membuat dokumentasi digital yang menarik, Karapan Marmot dapat terus dikenalkan pada generasi masa kini.

Karapan Marmot bukan sekadar lomba lari hewan kecil. Ia adalah simbol semangat gotong royong, kearifan lokal, dan kegembiraan bersama di tengah kehidupan desa. Tradisi ini menggambarkan betapa masyarakat Probolinggo masih sangat dekat dengan alam dan budaya mereka sendiri. Oleh karena itu, menjaga dan melestarikan Karapan Marmot adalah bentuk penghormatan terhadap warisan budaya yang tak ternilai harganya. (duh)

Tags:

You Might also Like

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *