Malang, Suara Gong. Gunung Everest, adalah gunung tertinggi di dunia yang tedapat di Puncak Penggunungan Himalaya. Terletak di kawasan perbatasan antara Nepal, dan Tibet, memiliki ketinggian mencapai 8.849 mdpl.
Pendakian Everest, yang merupakan sumber pendapatan Nepal, di sektor pariwisata, terus tumbuh dan menarik lebih banyak pendaki dari berbagai belahan dunia.
Gunung Everest, dikenal juga tempat ekstrim bagi para petualang. Kapten MS Kohli, seorang pendaki gunung yang memimpin kelompok ekspedisi pertama India, pada 1965, dengan sinis berkomentar, “Mendaki Everest terlihat seperti lelucon besar karena menaklukkan Everest, bukan hanya murni mencari petualangan, tantangan, dan eksplorasi, tetapi tantangan bertahan hidup,” katanya.
Untuk mencapai puncak Gunung Everest, dibutuhkan nyali sangat kuat. Sebab di gunung tersebut cuaca dingin sangat ekstrim. Gunung Everest, juga memiliki jalanan yang sangat licin dan udara yang sangat tipis.
Mengandung risiko berbahaya, bahkan sejumlah pendaki tak pernah kembali. Jasad mereka bisa dijumpai dalam perjalanan menuju puncak. Antara tahun 1980 dan 2002, tercatat 91 pendaki tewas dalam pendakian dan terus bertambah hingga kini.
Diketahui, untuk mengambil jasad para pendaki di sana membutuhkan biaya yang sangat mahal. Biaya untuk mengambil jasad para pendaki sama dengan biaya seseorang yang sedang mendaki gunung, yaitu sekitar Rp1 miliar. Oleh karena itu jasad-jasad para pendaki dibiarkan menjadi jasad abadi yang ikonik, beku, dan dijadikan penanda arah.
Salah satunya Green Boots, mayat abadi di Gunung Everest. Jasadnya masih utuh dari 1996. Green Boots, adalah samaran yang diberikan untuk pendaki India, yang diyakini telah meninggal pada tahun 1996. Identitas sebenarnya Tsewang Paljor, terletak di sebuah gua yang dilalui semua pendaki.
Lalu pendaki Inggris, bernama David Sharp, yang juga mengikuti jejak Green Boots, pada tahun 2006, adalah salah satu kasus paling kontroversial pada saat-saat terakhir pria itu. Tewas membeku saat beristirahat di gua yang sama yang menjadi tempat peristirahatan terakhir Green Boots.
Konon kabarnya lebih dari 40 pendaki lain dikatakan melewati David, tetapi tidak ada satu pun yang membantu pria itu hingga akhirnya meninggal akibat cuaca dingin. Menurut laporan, pendaki lain mungkin tidak menyadari bahwa David masih hidup karena posisi yang membeku.
Berikutnya yang ikonik adalah Sleeping Beauty Francys Arsentiev, wanita Amerika pertama yang berhasil mendaki Puncak Everest, tanpa bantuan tangki oksigen. Sayangnya, Francys, meninggal saat turun dari Puncak Everest. Jasad beku Francys Arsentiev, alias Sleeping Beauty, jadi penunjuk arah di Puncak Everest.
Dijuluki Sleeping Beauty of Mount Everest, Francys, ditemukan hilang oleh suaminya, yang juga seorang pendaki saat mereka menuruni puncak. Dia meninggal dalam posisi berbaring di atas salju. Suaminya juga hilang tanpa jejak. Namun, ia ditemukan setahun kemudian di bawah gunung setelah diyakini jatuh dari tebing ketika mencoba menemukan Francys.
Lebih dari 200 jasad pendaki tersebar di sepanjang lereng gunung sejak Sir George Mallory, mendaki Everest, pada 1920-an. Jasad-jasad membeku yang masih dalam posisi yang sama saat mereka mati itu menjadi saksi bisu dari pendakian Everest.
Belakangan Sherpa, dan komunitasnya, berjuang membawa ratusan jasad yang tergeletak di sepanjang lereng Himalaya. Biayanya ribuan dolar dan dibutuhkan lebih dari delapan orang untuk menggali jasad yang sudah beku.
Setelah itu, mereka membawanya ke Camp Base, sehingga keluarga dapat membawa pulang jasad orang yang mereka cintai. Dawa Steven Sherpa, managing director Asia Trekking, mengatakan, dia langsung memberikan pemakaman yang layak bagi jasad yang berada di luar zona 8.000 meter. (ind/eko)