KPK: Remisi untuk Napi Korupsi Sah Jika Sesuai Aturan
Share

SUARAGONG.COM – Membahas dan Menyenggol kata “Korupsi” memang selalu membuat masyarakat indonesia panas. Dan kini tengah menjadi perbincangan publik terkait Remisi untuk Napi Korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi pemberian remisi khusus Idulfitri kepada ratusan narapidana kasus korupsi. Lembaga antirasuah menyatakan bahwa remisi merupakan kebijakan yang sah selama diberikan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Tanggapan KPK Atas Remisi Pada Ratusan Narapidana Kasus Korupsi
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyebut lembaganya tidak memiliki wewenang dalam pemberian remisi. Menurutnya, tugas KPK hanya sebatas menyidik, menuntut, dan mengeksekusi terpidana korupsi.
“Kebijakan pemberian remisi merupakan kewenangan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), bukan KPK,” ujar Johanis dalam keterangannya.
Sebelumnya, Lapas Kelas I Sukamiskin mengumumkan sebanyak 288 narapidana kasus korupsi mendapatkan remisi khusus dalam rangka Hari Raya Idulfitri 1446 Hijriah. Salah satu yang menerima potongan masa tahanan adalah mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, yang terjerat kasus korupsi pengadaan KTP elektronik.
Rinciannya, 36 napi mendapat remisi 15 hari, 233 orang mendapat remisi 30 hari, 17 orang mendapat remisi 45 hari, dan dua orang lainnya mendapat remisi 60 hari.
ICW Soroti Efek Jera
Menanggapi hal ini, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyayangkan kebijakan tersebut. Peneliti ICW, Tibiko Zabar P, menyebut pemberian remisi kepada napi korupsi dapat menggerus efek jera.
“Remisi bagi narapidana korupsi hanya akan menjauhkan efek jera. Padahal hukuman yang dijatuhkan pada koruptor selama ini saja masih dianggap ringan,” ujar Tibiko dalam keterangan tertulis, Selasa (8/4/2025).
Ia menambahkan, rata-rata vonis terhadap pelaku korupsi pada tahun 2023 hanya sekitar tiga tahun empat bulan penjara. Selain itu, hukuman tambahan yang dijatuhkan umumnya terbatas pada pembayaran uang pengganti dan pencabutan hak politik.
Remisi Harus Disamaratakan Bagi Semua Jenis Kejahatan
ICW menilai, remisi seharusnya tidak disamaratakan bagi semua jenis kejahatan. “Korupsi adalah kejahatan luar biasa yang berdampak langsung dan tidak langsung pada masyarakat, serta merusak lingkungan dan sumber daya alam,” tegas Tibiko.
ICW mendorong pemerintah dan aparat penegak hukum untuk lebih tegas terhadap pelaku korupsi, termasuk dengan memperketat kebijakan remisi.
“Kalau pemerintah memang serius ingin memberantas korupsi, seharusnya pemotongan hukuman tidak disamaratakan dengan kejahatan pidana lainnya,” tutup Tibiko.(aye)
Baca Juga Artikel Berita Lain dari Suaragong di Google News