Probolinggo, Suara Gong. Kepastian pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsonal terbuka, diapresiasi hampir seluruh partai politik. Tak terkecuali Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat, Kota Probolinggo.
Tasyakuran ketetapan sistem pemilu inipun digelar partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), di Warung Banyu Agung, JL Mastrip, Kota Probolinggo, pada Minggu (18/6/2023) malam.
Sejumlah elit partai politik, nampak hadir dalam acara tersebut. Diantaranya, Ketua dan Sekretaris DPC PPP Kota Probolinggo, Dafid Rosidi, dan Robit. Kemudian DPC Partai Gerindra, diwakili Heri Poniman, dan Cahyono.
Selanjutnya ada Ketua DPD NasDem Kota Probolinggo, Zulfikar Imawan, didampingi Ilyas Rois. Wakil Ketua DPD Partai Golkar, Kota Probolinggo, Muhklas Kurniawan dan Masda Putri Amelia. Sedangkan PKS tidak hadir karena acara bebarengan.
“Selain tasyakuran sistem pemilu yang tidak jadi berubah, acara non formal ini juga untuk menjalin silaturahmi antar partai politik yang memiliki wakil di DPRD,” ujar Ketua DPC Partai Demokrat Kota Probolinggo, Heru Estiadi.
Sejumlah politisi, yang hadir meyambut baik gagasan Heru Estiadi. Ketua NasDem, Zulfikar Imawan, berharap, acara serupa bisa digelar bergilir.
“Sependapat dengan Pak Heru, justru saya ingin acara begini bisa rutin digelar. Bergilir bulan depan di PPP lalu Gerindra. NasDem siap juga menggelar,” katanya.
“Lewat ajang seperti ini, kita bisa melahirkan ide dan gagasan menarik membangun Kota Probolinggo,” pungkas pria akrab disapa Iwan.
Senada dikatakan Robit, dari PPP. Menurutnya, silaturahmi beberapa partai politik ini harus jalan terus. “Kita dari forum ini bisa juga menyamakan persepsi untuk 2024,” katanya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Pada Kamis (15/6/2023) lalu, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, membacakan penolakan tersebut melaui amar putusan MK nomor 114/PUU-XX/2022 tentang Permohonan Pengujian UU Pemilu.
Pasal-pasal yang diuji mengenai sistem pemilu proporsional terbuka. Dalil pemohon, pemilu yang diselenggarakan dengan sistem proporsional terbuka, telah mendistorsi peran partai politik. Berharap, sistem pemilu kembali menjadi proporsional tertutup, seperti zaman orde baru.
Para pemohon mengujikan Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf c dan huruf d, Pasal 422, dan Pasal 426 ayat (3) UU Pemilu terhadap UUD 1945. (eko)