Batu, suara gong
Dalam beberapa tahun terakhir, produksi apel di Kota Batu terus mengalami penyusutan. Ada banyak hal yang menyebabkan buah yang menjadi ikon Kota Batu ini penurunan produksinya. Diantaranya karena perubahan iklim, kesuburan tanah, termasuk biaya perawatannya mahal.
Sebagai salah satu bukti kalau produksi apel turun adalah, tercoretnya Desa Giripurno sebagai produsen apel dan hanya menyisakan 6 desa saja yang masih bertahan.Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Batu Heru Yulianto mengatakan 6 desa yang masih bertahan diantaranya Desa Tulungrejo, Sumbergondo, Bumiaji, Punten, Bulukerto, dan Pandanrejo.
“Kalau Desa Giripurno memang sudah tidak ada produksi apel disana. Jadi penurunan komoditi ikon Kota Batu memang terjadi,” katanya Jumat (3/2/2023). Lebih lanjut, lahan apel yang masih produktif diperkirakan sampi saat ini masih sekitar 1.044 hektare.
Namun tidak menutup kemungkinan saat ini lahan apel sudah berada dibawah 1000 hektar, dan lahan yang masih luas dan terbilang produktif ada di Desa Tulungrejo yang bahkan dijadikan sebagai wisata petik apel.
Ia juga menegaskan dalam menangani permasalahan apel di Batu memang harus melibatkan banyak pihak. Terutama, urusan kesuburan tanahnya. “Yang menjadi persoalan adalah umur apel sebagian besar di Batu adalah 25 tahun. Maka dari itu, solusi peremajaan tanaman apel dinilai cukup tepat,” katanya.
Sementara itu, Kepala Desa Giripurno Suntoro membenarkan saat ini tempat dirinya memimpin mengalami pergeseran komoditi apel menjadi komoditi jeruk. “Ini karena tanah kami sudah tidak maksimal untuk ditanami apel, jadi banyak petani yang pindah ke jeruk. Sampai Maret 2021 lalu, masih ada 89 hektar lahan apel dan saat ini hanya tersisa 47 hektar saja dan untuk 42 hektar sisanya sudah menjadi lahan jeruk. Di 2022 masih belum kami update datanya karena kami melakukan perntiga tahun,” paparnya.
Dikatakan 47 hektar lahan apel yang tersisa, masih bisa memproduksi apel sebanyak 55 ton pertahun dengan rincian Dusun Sumbersari dengan luasan 3 hektar lahan yang tidak aktif produksi apel, Dusun kedung dengan lauasan 2,5 hektar yang juga tidak aktif dalam produksi apel, serta 42,7 hektar sisanya dan menghasil 55 ton pertahun. Sedangkan untuk 42 hektar lahan jeruk tercatat telah memproduksi 17 hektar pertahun.
“Kalau tanya masalah sebab, itu banyak faktornya. Selain mengalami hasil yang tidak sesuai antara modal proses pembibitan, penanaman, dan pemeliharaan dengan hasil panen juga terdapat faktor keasaman tanah di Giripurno yang naik secara drastis. Asam tanah ini naik karena pembabatan tanah yang biasa menggunakan ron up (obat pembersih.red) sehingga tanaman apel sudah tidak cocok lagi ditanam di tanah yang memiliki tingkat keasaman tinggi,” tandasnya. (mf/man)