Malang, Suara Gong. Sepanjang Sungai Nil, mengalir dari selatan hingga utara, membuat kawasan ini menjadi subur. Dan di sinilah muncul peradaban manusia hingga selanjutnya berkembang. Sekitar kurang lebih 3.000 tahun silam. Kelompok tertua Mesir Kuno, yang hidup di bantaran Sungai Nil, ini bernama Arkais.
Kelompok ini terdiri dari petani gandum dan jelai, sebagai pioner komoditi ekonomi Mesir. Konon kelompok ini juga pencetus sistem irigasi, pemupukan, dan panen menjadi siklus pertanian. Pola tersebut mereka gunakan untuk menghadapi luapan banjir Sungai Nil, dan musim kemarau.
Baru sekitar tahun 2630 SM, kelompok ini mengenal arsitektur. Selanjutnya sampai pada hal hal spiritual. Sejarah mengenal arsitektur ini dijelaskan dalam keterangan dimana Raja Djoser, dari dinasti ketiga Firaun (Sebutan Raja Mesir) meminta Sang Imhotep, untuk merancang sebuah monumen penguburan.
Dan terciptalah gagasan berawal dari sebuah bangunan batu besar pertama di dunia yang dikenal sebagai Step-Pyramid di Saqqara, dekat Memphis.
Sementara tentang spiritual, mereka memilih dan menetapkan seseorang sebagai pendeta untuk memimpin sebuah upacara. Pada masa itu, pendeta konon juga merangkap sebagai tabib, peracik ramuan, serta penyembuh, segala penyakit bahkan marabahaya. Di sinilah masyarakat Mesir Kuno mengenal kegiatan spiritual.
Dalam perkembangannya, kerajaan lama sebagai dinasti ketiga Firaun, juga mencetuskan ide Pyramid. Dimana puncaknya adalah pembangunan Piramida Agung di Giza, di pinggiran Kairo. Dibangun untuk Khufu (atau Cheops, dalam bahasa Yunani), yang memerintah dari 2589 hingga 2566 SM. Piramida itu kemudian disebut oleh sejarawan klasik sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia kuno.
Namun pada era pertengahan Mesir Kuno, otoritas pusat di pinggiran Sungai Nil, dibubarkan. Hal ini mengakibatkan perang saudara antar gubernur provinsi. Kala itu situasi sengkarut, sebab invansi Badui, juga terjadi. Apa lagi kelaparan dan penyakit sedang melanda masyarakat.
Sekitar tahun 2055 SM, pangeran Thebes Mentuhotep, berhasil menggulingkan Herakleopolis, dan menyatukan kembali Mesir. Di sinilah dimulai dinasti ke-11 dan mengakhiri periode pertengahan pertama. Dari era konflik ini muncul dua kerajaan yang berbeda.
Kala itu ada 17 penguasa yang berasal dari dinasti kesembilan dan kesepuluh. Kedua dinasti ini berbasis di Herakleopolis, memerintah Mesir Tengah, antara Memphis, dan Thebes. Sementara keluarga penguasa lain berkuasa di Thebes, untuk menantang kekuasaan penguasa di Herakleopolis.
Konflik akhirnya berkobar antara kedua kelompok, dan penguasa Thebes, melancarkan perang melawan Hyksos, sekitar tahun 1570 SM, mengusir mereka dari Mesir.
Era pertikaian berakhir di bawaha Ahmose I, raja pertama dari dinasti 18, Mesir sekali lagi bersatu kembali. Selama dinasti ke-18, Mesir memulihkan kendalinya atas Nubia, dan memulai kampanye militer di Palestina. Mesir juga terlibat bentrok dengan penguasa lain di daerah tersebut seperti Mitania, dan Het.
Mesir kemudian mendirikan kerajaan besar pertama di dunia, yang membentang dari Nubia hingga Sungai. 400 tahun setelah periode Kerajaan Mesir Baru, dikenal sebagai Periode Pertengahan Ketiga. Periode ini mengalami perubahan yang penting dalam politik, masyarakat, dan budaya Mesir. Pemerintahan terpusat di bawah Firaun dari dinasti kedua 21 memberi jalan bagi kebangkitan pejabat lokal.
Dinasti ke 22 dimulai sekitar tahun 945 SM ketika Raja Sheshonq, seorang keturunan Libya, yang telah menginvasi Mesir, pada akhir dinasti ke-20 menetap di sana. Banyak penguasa lokal yang berkuasa secara hampir otonom selama periode ini.
Periode akhir Mesir Kuno, diawali dengan naiknya putra Necho, Psammetichus, dari dinasti Saite, sebagai penguasa Mesir. Pada masa ini, Mesir berada dalam satu kekuasaan dinasti selama kurang dari dua abad. Pada tahun 332 SM, Alexander Agung, dari Makedonia, menaklukkan Mesir. Penaklukan ini menandai berakhirnya Peradaban Mesir Kuno. Peradaban Mesir Kuno mengalami banyak sekali perubahan kekuasaan dan peninggalannya masih bisa kita lihat sampai saat ini. (ind/eko)