Probolinggo, Suara Gong
DPRD Kota Probolinggo mendesak Disnaker Kota Probolinggo segera mengeluarkan sanksi kepada seluruh perusahaan agar tidak melakukan praktek penahanan ijazah karyawannya. Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi III DPRD Kota Probolinggo, Agus Riyanto, usai rapat dengar pendapat (RDP) bersama DPMPTSP, Disnaker, Lembaga Pemerhati Konsumen (LPK), dan perwakilan dari Toko Pok Ami-Ami dan ABC, Toserba Sinar Terang, Graha Mulia (GM), dan Kurnia Damai Sejahtera (KDS), beserta para karyawan yang ijazahnya ditahan, Rabu (18/01/2023).
Agus Riyanto mengatakan, praktek semacam itu terjadi tidak hanya di satu perusahaan di Kota Probolinggo. Oleh karena itu, pihaknya meminta Disnaker memberikan sanksi yang tegas agar supaya penahanan ijazah ini tidak dilakukan.
“Penahanan ijazah merupakan praktik yang kerap dilakukan perusahaan sebagai syarat mempekerjakan karyawan kontrak berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT),”tandasnya. Politisi Partai Demokrasi (PDI) Perjuangan ini, mengatakan alasannya, perusahaan ingin karyawan tersebut menyelesaikan kontrak kerja sesuai jangka waktu yang telah disepakati dan tidak berhenti di tengah jalan. Hal ini bisa jadi merugikan perusahaan.
Dengan menahan ijazah, karyawan tidak akan meninggalkan pekerjaan sebelum membayar ganti rugi ke perusahaan. Atau, setidaknya cara ini akan membuat karyawan berpikir dua kali sebelum memutus perjanjian secara sepihak.
“Praktik semacam ini masih kerap terjadi di Kota Probolinggo. Perusahaan masih memberlakukan penahanan ijazah asli milik karyawannya, padahal itu adalah merupakan tindakan pelanggaran atas Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan,”ucap Agus Riyanto.
Terlebih lagi, Agus Riyanto meminta satuan kerja pengawasan terhadap perusahaan yang masih memberlakukan kebijakan menahan ijazah para pegawainya, seperti yang terjadi di Toko Pok Ami-Ami , di jalan Dr. Sutomo Kota Probolinggo.
“Adanya penahanan ijazah karyawan harus menjadi perhatian khusus bagi DPMPTSP bersama Dinas Ketenagakerjaan, dan Perindustrian. Akan tetapi tetap perlu juga diteliti lebih lanjut terkait alasan penahanan ijazah karyawan yang dilakukan oleh perusahaan,”pintanya.
Kebijakan menahan ijazah karyawan yang berhenti, sejatinya tidak mematuhi UU Ketenagakerjaan. Pihak perusahaan seharusnya hanya boleh meminta fotokopi ijazah saja bukan ijazah asli. “Sebab tindakan menahan ijazah asli itu sudah termasuk pelanggaran karena menghalangi orang lain untuk mencari pekerjaan yang lebih baik,”tuturnya.
Belum lagi, masalah pengupahan karyawan yang disepakati melalui PKWT tidak sesuai, karena dari upah senilai Rp1.850.000 terealisasi sebesar Rp650 ribu sesuai yang disampaikan oleh karyawan Toko Pok Ami-Ami.
“Kami minta Disnaker dan DPMPTSP memberikan perhatian serius untuk masalah ini, agar perusahaan yang memberlakukan kebijakan yang bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan dapat diberikan sanksi berupa pembinaan atau pencabutan izin operasional jika tidak mematuhi peringatan dari pemerintah,”tegas Agus Riyanto.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian, Budiono Wirawan berjanji akan menindaklanjutinya. Apalagi Toko Pok Ami-Ami tidak pernah melakukan dan mendaftarkan data karyawannya.
“Yang jelas toko Pok Ami-Ami tidak pernah melakukan pemberitahuan dan mendaftarkan data karyawan. Menahan ijazah karyawan itu sangat tidak dibenarkan, namun itu menjadi wewenang Pengawasan Ketenaga Kerjaan Provinsi Jawa Timur,”pungkasnya.(hud/man)