SUARAGONG.COM – Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya mengeliminasi HIV/AIDS di Indonesia, mengingat bahwa hidup sehat adalah hak asasi manusia yang harus dihormati.
Dalam gelar wicara yang diselenggarakan secara daring pada Hari AIDS Sedunia 2024, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, dr. Ina Agustina Isturini, menekankan pentingnya penegakan hak asasi manusia dalam mengakhiri AIDS. Ia mengajak masyarakat Indonesia untuk bersama-sama mengedepankan martabat, kesetaraan, dan keadilan dalam upaya menanggulangi HIV dan AIDS di negara yang sangat beragam ini.
“Pengakhiran AIDS sangat berkaitan dengan penegakan hak asasi manusia. Mari bersama-sama memastikan bahwa martabat dan keadilan adalah dasar utama dalam usaha mengatasi HIV dan AIDS,” ujar dr. Ina, Sabtu (30/11).
Indonesia, menurut dr. Ina, berkomitmen kuat dalam upaya global untuk mengeliminasi HIV/AIDS. Ada tiga target utama yang ingin dicapai, yaitu mengurangi kasus baru HIV, meniadakan kematian akibat AIDS, dan menghapus diskriminasi terkait HIV/AIDS. Target ini sering disebut sebagai tiga nol atau three zero.
Untuk mencapai hal tersebut, Indonesia telah melaksanakan berbagai langkah strategis, termasuk peningkatan akses terhadap diagnosis dan pengobatan, memperluas layanan pemeriksaan viral load, serta menerapkan program pencegahan seperti pemberian obat profilaksis.
“Meski kemajuan ini telah menyelamatkan banyak nyawa, perjalanan kita masih panjang. Stigma dan diskriminasi sosial menjadi hambatan besar, terutama bagi kelompok rentan seperti pengguna narkoba suntik, pekerja seks, dan komunitas LSL (Laki-laki yang Berhubungan Seks dengan Laki-laki),” tambah dr. Ina.
Indonesia telah menetapkan target ambisius untuk memastikan 95 persen orang dengan HIV/AIDS (ODHA) terdiagnosis, 95 persen ODHA mendapatkan pengobatan antiretroviral (ARV) seumur hidup, dan 95 persen ODHA yang menerima pengobatan memiliki viral load yang tidak terdeteksi. Namun, data Kemenkes hingga September 2024 menunjukkan bahwa baru 71 persen dari perkiraan ODHA di Indonesia yang mengetahui status HIV mereka, 64 persen dari mereka mendapatkan pengobatan ARV, dan hanya 49 persen yang menjalani tes viral load dengan hasil yang tidak terdeteksi.
“Angka-angka ini masih jauh dari target global. Oleh karena itu, diperlukan terobosan dan inovasi untuk mengatasi tantangan ini,” ujar dr. Ina.
Baca juga : Lonjakan Kasus HIV/AIDS di Kalangan Usia Produktif, Ini Penjelasan Pakar Imunologi Unair
Mengakhiri HIV/AIDS, menurutnya, memerlukan komitmen bersama yang melibatkan hak asasi manusia sebagai landasan utama. Kesehatan adalah hak fundamental yang harus dijamin bagi semua orang, tanpa memandang latar belakang mereka.
Selain itu, dr. Ina juga menekankan pentingnya keterlibatan komunitas dalam upaya ini. Masyarakat perlu memperkuat suara ODHA, keluarga mereka, dan komunitas pendukung untuk memastikan partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan.
“Pendidikan dan kesadaran masyarakat merupakan kunci. Dengan menghilangkan stigma dan mitos yang salah, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan mendukung bagi ODHA,” tutup dr. Ina. (acs)
Baca berita terupdate kami lainnya melalui google news