Batu, suara gong
Fluktuatifnya harga sayur mayur ditambah kecenderungan gagal panen dan membuat harga anjlok yang biasanya dikeluhkan oleh petani kawasan Bukit Jengkoang Kecamatan Bumiaji akhirnya mendapatkan solusi. Pj Walikota Batu Aries Agung Paewai mengajak para petani sayur itu beralih menjadi petani kopi karena harga kopi cenderung lebih stabil.
“Program alih komoditas ini berpotensi mengangkat kesejahteraan petani dan bagian dari melestarikan kawasan hutan. Tanaman kopi ini hartanya cenderung lebih stabil dibandingkan harga sayur mayur, sehingga berpotensi mengangkat perekonomian para petani,” katanya.
Ia menambahkan, peralihan komoditas ini juga merupakan niat untuk meningkatkan taraf hidup petani hutan lantaran menanam tanaman yang memiliki harga pasti. Terlebih kebutuhan kopi di Kota Batu luar biasa ditambah dengan menjamurnya pertumbuhan cafe dan kedai kopi di kita pariwisata ini.
Sosialisasi yang diikuti para petani hutan atau akrab dijuluki petani pesanggem juga termasuk dalam rangka pembangunan kawasan pedesaan. Sehingga, nantinya Pemkot Batu akan memberikan pendampingan dan penguatan melalui bantuan modal dan jaring sosial.
“Setelah sosialisasi ini tidak akan lepas tangan. Pemkot Batu akan terus melakukan penguatan, pendampingan budidaya hingga pendampingan pemasaran. Kalau ada kendala segera laporkan kita, Pemkot Batu akan terus memantau perkembangannya,” imbuh Kepala BPSDM Pemprov Jatim itu.
Menanggapi rencana Pemkot Batu tersebut, Ketua LMDH Kota Batu Heru Setyaji menyambut gembira karena selama ini dikatakan saat menanam sayur di lahan pertanian hutan memang sebuah ketidakpastian.
“Harga sayuran sekarang Rp3000 per kilogram, sementara mengojek hasil panen Rp100 ribu per kwintal, dari situ saja kita sudah kehilangan Rp1000 ditambah kebutuhan operasional lainnya. Sedangkan menanam kopi memang cukup menjanjikan, dan kami juga meminta agar ada campur tangan pemerintah untuk melakukan pendampingan budidaya kopi sekaligus pemasarannya nanti,” tandasnya. (mf/man)