Dana Mengendap di Bank Daerah: Momentum Penyerapan dan Aturan Main
Share
SUARAGONG.COM – Fenomena dana pemerintah daerah yang “mengendap” di bank kembali disorot publik. Hingga triwulan ketiga 2025, data Kementerian Keuangan mencatat triliunan rupiah dana daerah belum terserap dan masih tersimpan di rekening bank daerah.
Rekomendasi Dana Mengendap di Bank Daerah: Momentum Penyerapan Anggaran dan Aturan Main
Pemerintah daerah beralasan, keterlambatan serapan anggaran disebabkan persoalan teknis seperti lelang belum rampung atau revisi kegiatan. Namun, di mata masyarakat, dana publik yang seharusnya menggerakkan ekonomi malah terlalu lama “terparkir”.
Akademisi keuangan Indra Lukmana Putra menyebut, masalah utama bukan pada niat, tapi pada waktu penyerapan anggaran.
“Serapan anggaran masih menumpuk di akhir tahun. Akibatnya uang daerah terlalu lama mengendap di bank,” jelasnya.
Menurut Indra, kondisi ini menimbulkan dua dampak: ekonomi lokal melambat dan efisiensi fiskal menurun. Padahal, fungsi utama APBD adalah menggerakkan ekonomi daerah.
“Kalau uangnya diam, efek ke masyarakat juga tertunda,” tambahnya.
Meski uang mengendap memberi keuntungan bagi bank daerah, dari sisi makro ekonomi hal itu belum ideal.
“Uang yang mengendap ibarat bahan bakar belum dibakar. Potensinya besar, tapi belum menghasilkan energi ekonomi,” ujar Indra.
Baca Juga : Transparansi Anggaran Pemkot Surabaya
Penekanan Aturan Main dan Kelola Arus Kas
Ia menilai perlu adanya Rekomendasi Dana Mengendap di Bank Daerah: Momentum Penyerapan Anggaran dan Pentingnya Aturan Main main yang jelas untuk mengelola arus kas daerah. Misalnya melalui SOP ketat bagi setiap SKPD serta penerapan dashboard real-time agar publik dapat memantau serapan anggaran.
“Keterbukaan data adalah bentuk pengawasan paling efektif,” tegasnya.
Senada, akademisi ekonomi Muhammad Kholisul Imam menilai, uang daerah yang lama mengendap justru menurunkan multiplier effect ekonomi lokal.
“Idealnya uang pemerintah segera diputar dalam kegiatan produktif, dari infrastruktur hingga pemberdayaan UMKM. Kalau uangnya diam, multiplier-nya nol,” ujarnya.
Namun, Imam memahami sebagian daerah memilih berhati-hati karena khawatir tersandung aturan.
“Kehati-hatian itu penting, tapi jangan sampai membuat ekonomi stagnan,” katanya.
Pemerintah Pusat Perlu Buat Regulasi
Ia menilai pemerintah pusat perlu memberi bimbingan dan menyederhanakan regulasi agar pejabat daerah tidak ragu mengeksekusi anggaran.
Keduanya sepakat bahwa percepatan realisasi anggaran merupakan kunci menjaga momentum pertumbuhan ekonomi daerah.
“Selama ini bukan uangnya tidak ada, tapi manajemen waktunya yang belum efisien,” pungkas Indra. (Ind/Aye)

