Probolinggo, Suara Gong.
Perang melawan mafia migas jenis solar, di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP), Mayangan, Probolinggo, menjadi fenomena gunung es.
Salim, Kepala Seksi Tata Kelola dan Perdagangan Unit Pelayanan Teknis PPP (UPT PPP) Mayangan, mengatakan, banyak strategi dilakukan mafia migas menjalin kerjasama dengan kapal-kapal ikan berkapasitas mesin di atas 30 gross ton.
Para bandit itu menyediakan pasokan BBM jenis solar, untuk mendapat keuntungan berlipat tanpa mengindahkan regulasi ditetapkan pemerintah.
“Misal begini, ada distributor BBM yang sama sekali tidak memiliki badan hukum, menjual solar kepada kapal-kapal ikan. Mereka mengelabui petugas dengan cara meminjam bendera perusahaan yang memiliki dokumen sah,” katanya.
Lebih parah lagi, lanjut Salim, oknum distributor sengaja menandon solar-solar bersubsidi, untuk dijual kembali kepada pengusaha kapal ikan. Tentu dengan harga dibawah solar non subsidi.
Baca Juga : Gaes !!! Rasok Aghung Pakaian Khas Kedinasan Situbondo
“Setelah solar terkumpul beberapa ton, mereka salurkan ke kapal-kapal ikan. Sementara regulasi mensyaratkan kapal-kapal di atas 30 gross ton menggunakan solar non subsidi. Apakah itu solar ilegal atau bukan kami kita ga tahu,” papar Salim.
Sejauh ini, UPT PPP Mayangan, sulit mengenali spesifikasi solar disalurkan mafia BBM ke kapal-kapal ikan. Keterbatasan ada pada SDM dan alat pendeteksi kadar solar.
“Hanya izin distribusi saja yang kita terbitkan kepada distributor BBM. Setelah kita cek dokumen transportasi dan izin niaganya lengkap, ya sudah kami beri rekom. Apakah badan hukum milik sendiri atau meminjam kami tidak cek sejauh itu,” tutup pria perawakan kurus itu.
Terpisah, sebut saja Gilang (nama samaran red.) mantan pemain solar subsidi. Menurutnya, memberantas mafia BBM di Pelabuhan Mayangan, tidak semudah membalik telapak tangan. “Pemerintah dan aparat penegak hukum, harus menyamakan persepsi dulu. Kalau tidak, sampai kapanpun tidak akan jalan usaha itu,” katanya.
Soal solar subsidi dijual kembali dengan harga tinggi, sudah menjadi rahasia umum. Modusnya, solar subsidi diambil dari berbagai SPBU nakal.
Dikumpulkan menggunakan mobil. Alat transportasi itu tentunya sudah dimodifikasi. Untuk yang berkapasitas 2000 hingga 4000 liter mereka menyebutnya “Heli”.
Ada beberapa mobil box yang beroperasi setiap hari. Solar subsidi yang ditimbun tak berapa lama di sebuah gudang, kemudian diangkut dengan truk tangki BBM solar berkapasitas 8 ton atau 16 ton. Selanjutnya ada truk tangki yang bertugas mengantar solar subsidi yang sudah di sulap menjadi solar non subsidi.
“Untuk menyiasati aparat penegak hukum, modusnya, memakai nama perusahaan resmi. Kita ambil solar subsidi yang sudah terkumpul di pangkalan. Kita kirim lagi ke Poll, pakai mobil tangki amatir.
Dari Poll ini setelah penuh baru kita kirim ke pemesan. Bisa ke kapal ikan, bisa juga ke perusahaan penggarap proyek jalan tol untuk BBM alat berat,” katanya.
Gilang, sendiri mengaku kapok bermain solar ilegal, lantaran pernah berurusan dengan Polda Jatim. “Dulu saya bisa meraup keuntungan bersih hingga Rp10.000 per liter.
Seminggu kadang saya bisa jual hingga 20 Ton ke perusahaan besar,” pungkas pria mengaku banyak mengenal pejabat di institusi militer itu. Di Indonesia, bahan bakar minyak atau BBM dibagi menjadi BBM subsidi dan nonsubsidi.
Kedua jenis itu dikategorikan dari segi bantuan pembiayaan dari pemerintah. PT Pertamina (Persero) sejatinya kembali melakukan penyesuaian harga BBM non subsidi per 1 Juni 2023 lalu. Semua harga BBM non subsidi mulai dari Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex turun. Penyesuaian harga mulai berlaku pada 1 Juni 2023 di seluruh SPBU di Indonesia.
Pertamina menjelaskan, penyesuaian harga BBM Umum dalam rangka mengimplementasikan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022 sebagai perubahan atas Kepmen No. 62 K/12/MEM/2020. (eko).