SUARAGONG.COM – Makan yang menjadi primadona saat nyantai, Ditemani Kopi atau Teh, Sebuah jajanan yang sangat disukai Warga Indonesia, Gorengan. Gurih dan Renyah, elemen penting sebuah makanan bagi Lidah warga indonesia nih Gaes. Indonesia sendiiri punya banyak masakan yang menggunakan teknik menggoreng. Mulai dari ayam goreng, tahu bulat, hingga pisang goreng dan kawan-kawan gorengannya. Namun, tahukah Anda bagaimana mulanya warga Indonesia menjadi sangat akrab dengan gorengan?
Awal Mula Warga Indonesia Suka Gorengan
Sejarahnya sih mencatat bahwa teknik masak menggoreng terbilang baru untuk di indonesia. Bukti awal tradisi menggoreng pertama kali terdeteksi di Mesir. Blake Lingle dalam Fries! (2016) menyebut orang Mesir sudah menggoreng makanan sejak tahun 2500 Sebelum Masehi.
Dari Mesir, tradisi ini kemudian berkembang di Eropa dan China.Di dua wilayah itu, Christopher Cumo dalam Food that Changed History (2015) mencatat bahwa menggoreng lambat laun menjadi tradisi yang tak bisa dilepaskan. Penduduk China dan Eropa mengembangkan berbagai macam teknik menggoreng. Mulai dari deep frying hingga stir frying, yang menciptakan cita rasa berbeda-beda.
Ketika penduduk di dua wilayah itu bermigrasi ke berbagai penjuru dunia, kebiasaan menggoreng makanan pun ikut menyebar kemana-mana. Di Amerika, misalnya, penduduk aslinya tidak mengenal teknik menggoreng hingga orang Eropa datang. Hal serupa juga terjadi di Indonesia dengan kedatangan China dan eropa ke nusantara. Teknik menggoreng mulai populer sejak kedatangan orang China dan Eropa pada abad ke-16. Mereka membawa serta budaya menggoreng makanan.
Faktor Penyubur Budaya Gorengan di Indonesia
Seiring waktu, budaya menggoreng dikenal kedasar-dasar masyarakat Indonesia karena dua hal utama. Pertama, munculnya minyak kelapa sebagai bahan baku penggorengan pada abad ke-19. Kedua, diperkenalkannya mentega sebagai bahan menggoreng oleh bangsa Eropa, khususnya Belanda. Makin Viral deh Gorengannya pas Zaman Itu.
Fadly Rahman dalam Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia (2016) menyebut bahwa mentega menjadi andalan untuk menggoreng di Hindia Belanda pada abad ke-20. Pada masa ini, merek mentega ternama seperti Blue Band mulai dikenal. Dari sinilah muncul variasi makanan dari hasil menggoreng, seperti pisang goreng dan tempe goreng.
Namun, gorengan belum menjadi konsumsi massal karena mentega dan minyak kelapa saat itu masih terbilang mahal. Perubahan besar terjadi pada era Orde Baru. Kebijakan Presiden Soeharto yang memperbolehkan pembangunan industri sawit membuat minyak goreng berbasis kelapa sawit menjadi lebih murah.
Sejak 1970-an, dua nama besar di industri minyak goreng muncul: Liem Sioe Liong (Sudono Salim) dan Eka Tjipta Widjaja. Eka Tjipta memproduksi minyak merek Filma dan Kunci Mas, sedangkan Salim menghasilkan minyak merek Bimoli. Selain itu, Salim juga memproduksi tepung terigu merek Bogasari yang menjadi kunci pembuatan berbagai gorengan. Menurut Richard Borsuk dan Nancy Chng dalam Liem Sioe Liong dan Salim Group (2016), kehadiran Bogasari membuat tepung terigu lebih terjangkau sehingga masyarakat Indonesia terbiasa mengolah makanan berbasis tepung, termasuk gorengan.
Dua bahan baku penting, yakni minyak goreng dan tepung terigu, menjadi fondasi kuat budaya gorengan di Indonesia. Dukungan pemerintah terhadap bisnis Salim dan Eka Tjipta selama era Orde Baru membuat dominasi pasar mereka mengakar kuat.
Baca Juga : Gaes !!! Sejarah Nasi Tumpeng : Simbol Kearifan Kuliner Indonesia
Gorengan: Bagian Tak Terpisahkan dari Kehidupan Harian
Sejak 1990-an, gorengan menjadi bagian tak terpisahkan dari menu harian masyarakat Indonesia. Dari pagi hingga malam, gorengan selalu hadir sebagai makanan ringan yang mudah dijangkau. Penjual gorengan menjamur di pinggir jalan, sementara momen-momen tertentu seperti buka puasa Ramadan selalu identik dengan gorengan.(Aye)
Baca Juga Artikel Berita Terupdate Lainnya dari Suaragon di Google News