Rumah Sakit Ar-Rozi, dari Ku Untuk Kalian (Part 1)
Share

Oleh : Eko Hardianto (Wartawan Suara Gong)
Tuntas sudah ambisi Wali Kota Probolinggo, Hadi Zainal Abidin, mewujudkan Rumah Sakit baru. Ar-Rozi disematkan menjadi nama fasilitas medis dan kesehatan ini. Bangunannya megah, terletak di kawasan selatan pinggiran Kota Probolinggo. Persisnya di JL. Prof. DR. Hamka, Kelurahan Kareng Lor, Kecamatan Kedopok, Kota Probolinggo.
Desain gedung empat lantai berdiri di atas lahan seluas 3.7 ha, itu, menurut penulis lebih mirip bangunan universitas atau hotel. Mungkin kepala daerah karib disapa Habib Hadi itu, hendak menghilangkan kesan angker sebuah rumah sakit.
Baca Juga : Gaes !!! Daftar Harga BBM di SPBU Pertamina setelah Kenaikan
Penulis punya kawan dokter. Namanya dr. Abrar Kuddah, suatu ketika kita terlibat dalam sebuah diskusi. Entah sekedar berkelakar, atau serius, penulis hanya manggut-manggut saat dia bilang “Kedepan orang sakit bakal betah menginap di rumah sakit. Suasananya kayak lagi berlibur dan menginap di hotel,” kata dia. Dan kebetulan dr. Abrar kini dipercaya duduk sebagai direktur RS Ar-Rozi.
Sekedar diketahui, penulis kali ini mencoba menggugah kembali ingatan pembaca soal proses pembangunan Ar- Rozi. Dimulai dari lahirnya ide, alasan, tantangan, heroisme, pertaruhan politik, hingga pro/kontra berdirinya Ar-Rozi. Intinya mulai dari nol hingga tuntas. Mungkin tulisan akan dipecah menjadi beberapa episode.
Mengapa angle itu ? Selain menjadi jejak sejarah, penulis yakin pembaca lebih suka sajian tulisan tentang sebuah proses daripada hasil akhir. “Happiness is not something ready made. It comes from your own actions” (Kebahagian bukanlah sesuatu yang sudah jadi, dia berasal dari apa yang sudah kamu lakukan) demikian sudut pandang penulis tentang Ar-Rozi.
Tentu untuk menurunkan narasi ini, butuh perjalanan jauh dan panjang untuk mengeksplorasi Ar-Rozi. Wawancara sumber-sumber kuci, agar penulis paham betul bagaimana sejatinya Ar-Rozi dari tiada menjadi ada. Tak hanya itu, para penentang pembangunan Ar-Rozi dengan logikanya masing-masing, juga penulis rangkum. Semua demi para pembaca.
Bukan sebuah kebetulan karya ini turun di momentum hari jadi Kota Probolinggo (Hadipro), ke 664. Atmosfir hadipro, meyakinkan penulis akan perhatian pembaca dari luar Probolinggo. Tentu tentang progres pembangunan di daerah berjuluk Kota Angin ini selama dipimpin seorang Habib. (bersambung)